YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Jumat, 02 Desember 2011

Terima Kasih, Mimpi (part4)

Sebentar lagi, aku sampai di rumah. Aku terus menyetir sepedaku, dan akhirnya sampai di rumah. Aku parkirkan sepedaku di belakang rumah, seperti biasa. Aku masuk ke rumah, segera masuk ke kamar. Ku letakkan tas ini, mengganti bajuku dan berbaring di atas kasurku. Aku memejamkan mata. Mencoba melepaskan semua pikiranku. Berusaha agar bisa tenang, dan menghilangkan rasa capekku. Capek fisik, dan juga pikiran. Aku pusing dengan semua ini. Aku harus apa? “Ah, sudahlah.” batinku. Ku pejamkan mata ini lebih dalam, melepaskan semua rasa capek dan tak disangka akupun terlelap.

Aku terlelap. Masuk kedalam alam mimpi. Aku bermimpi, sedang duduk di meja belajarku. Memegang sebuah pulpen dan menghadap selembar kertas di mejaku. Aku sempat bingung, apa yang akan aku lakukan? Aku baca kertas yang ada dihadpanku. “Yth. Bapak Susilo Bambang Yudhoyono.” Aku sempat bingung. Kertas apa ini? mengapa ada nama Pak SBY disana? Entahlah.
Tanganku bergerak tanpa perintah dari diriku. Tanganku mulai menulis diatas kertas itu. “Yth. Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, nama saya Desi, seorang siswa kelas 6 sekolah dasar di Indonesia. Dengan surat ini, saya ingin meminta sesuatu kepada Bapak. Ya mungkin memang saya bukan siapa-siapa. Saya hanya seorang murid sekolah dasar yang sebentar lagi akan melaksanakan ujian kenaikan kelas. Sebelumnya, maaf kalau saya agak lancang. Saya hanya ingin menyelematkan teman-teman saya dan juga diri saya sendiri dari keterpurukan ini. Dari ‘siksaan’ ujian nasional. Kami, siswa-siswa yang sudah menimba ilmu selama 6 tahun, hanya diberikan waktu tiga hari untuk menentukan apakah kami lulus atau tidak. Kami belajar butuh proses. Tidak hanya dengan tiga hari saja. Sebenernya, kami bukan meminta agar UN dihapuskan. Kami hanya meminta, agar kenaikan kelas tidak hanya dilihat dari UN saja. Melainkan dilihat dari semua nilai-nilai kami selama kami belajar 6 tahun lamanya. Kami butuh keadilan, Pak. Buat apa kami belajar selama 6 tahun lamanya jika untuk lulus, kami hanya di tes selama tiga hari? 6 tahun lamanya terbuang percuma. Sia-sia kami belajar. Tak ada gunanya. Nilai-nilai kami semua selama 6 tahun terbuang percuma. Kami lulus hanya karena UN. Saya mewakili seluruh teman saya se-Indonesia, meminta agar Bapak Presiden bisa mengerti kami. Berikan kami keringanan. Maaf saya haturkan kembali, jika saya lancang kepada Bapak. Saya hanya ingin bahagia. Lulus dengan nilai-nilai yang selama ini saya raih. Tidak hanya dari UN yang hanya dilaksanakan selama tiga hari. Saya hanya ingin melihat teman-teman saya tersenyum kembali. Tidak ada kata “Stress” lagi dikehidupan kami. Kami lulus dengan hati yang bahagia. Saya mohon, Pak. Berikanlah keringanan untuk kami. Bahkan bukan keringanan. Melainkan keadilan. Kami minta agar ini semua menjadi adil. Kami yang selama 6 tahun belajar, lulus dengan nilai-nilai kami selama 6 tahun tersebut. Bukan dari tiga hari kami melaksanakan UN. ya mungkin cukup sekian surat yang bisa saya sampaikan kepada bapak. Surat kecil yang mungkin menjadi calon penghuni tong sampah. Saya berharap agar bapak mau membaca surat saya ini. Wassalamualaikum, salan hormat, Desi siswa sekolah dasar Indonesia.”

Aku terbangun. Bangun dari mimpiku. Mimpi yang ku pikir sangat aneh. Mimpi memberikan Pak Presiden surat. Aku ini hanya murid biasa. Apakah Pak SBY mau menerima suratku? Aku meragukan diriku sendiri. Tapi, mimpiku adalah sebuah ide cemerlang. Aku akan memberikan surat kepada Pak SBY. Semoga beliau mau membacanya, dan mau membantu bahkan memberikan keringanan untuk kami para siswa Indonesia. Amin.

Aku mulai menuliskan surat untuk Pak Presiden. Kutuliskan semua kalimat yang ada di mimpiku. Sama persis. Sebelum mengirimkannya, aku berdoa dan memohon kepada yang maha kuasa, semoga Pak SBY mau membaca suratku ini dan mengubah semua keputusan beliau, Amin.

Tamat.

Terima Kasih, Mimpi (part3)

Pelajaran dimulai. Entah kenapa, aku tidak bisa konsentrasi pagi ini. yang terngiang di otakku sekarang adalah bagaimana caranya agar aku bisa menghapuskan UN. memang aku ini bukan siapa-siapa. Kedua orang tuaku juga bukan siapa-siapa. Mereka bukan orang penting. Terngiang kalimat Pak Anto tadi. “Kecuali, Pak SBY berkehendak lain dan meminta kepada Diknas untuk menghapuskan UN.” Pak SBY? Akupun terdiam. Pak SBY-lah satu-satunya cara agar UN bisa dihapus.

Pak SBY? Tapi, apa yang bisa aku lakukan? Menghipnotis Pak SBY agar beliau mau menghapuskan UN? Itu seperti mimpi di siang bolong. Tapi apa ya? Aku terus berpikir cara apa yang bisa aku lakukan? Sedangkan aku tidak terlalu kenal dengan Pak SBY. Aku hanya tahu bahwa beliau adalah seorang Presiden Indonesia. Beliau tidak mengenalku. Harus apa aku ini? Astaga. Aku lupa dengan pelajaran. Aku tidak konsentrasi. Ya Tuhan.

Pelajaran matematikapun dimulai. Aku berusaha mengembalikan semua konsentrasiku yang buyar. Bismillah. Matematika. Aku memang tidak terlalu mahir di matematika. Tetapi, aku selalu berusaha untuk mendapat nilai terbaik. Jangan pernah putus asa. Terus berusaha. “Never Say Never!” begitu kata idolaku, Justin Bieber.

“Teng, teng,” bel istirahatpun berbunyi. Aku berjalan menuju kantin bersama teman-temanku. Aku tidak banyak berbicara karena aku masih memikirkan tentang bagaimana aku bisa ber-kontak langsung ke Pak SBY, dan meminta beliau untuk menghapuskan UN. Aku terus berpikir menggunakan cara apa. Aku bingung, sangat bingung. Aku jadi pusing dan tidak berkonsentrasi saat belajar. Aku harus melupakan ini sejenak, dan segera menghabiskan mie ayam yang aku pesan.

“Teng, teng,” bel masuk berbunyi. Aku segera masuk ke kelas dan mempersiapkan buku untuk pelajaran Bahasa Indonesia. Karena UN tak lama lagi, sekolah kami memutuskan untuk memperbanyak jadwal, pelajaran yang di UN-kan. Aku berusaha berkonsentrasi. Melupakan sejenak semua yang ada di pikiranku tentang menghubungi Pak SBY agar beliau bisa menghapuskan UN.

Bel pulang sudah terdengar, aku bergegas merapikan tas dan bersiap untuk pulang. Aku mengambil sepedaku dari tempat parkir sepeda. Aku naiki sepedaku dan bergegas pulang. Di jalan pulang aku masih memikirkan hal itu. Hal yang membuatku kehilangan konsentrasi. Ya Tuhan. Aku hampir saja jatuh karena memikirkan hal itu. Aku harus berkonsentrasi mnyetir sepeda ini. aku bisa celaka kalau tidak berkonsentrasi. Celaka hanya karena memikirkan ini. Astaga. Ada apa aku ini? Aku hampir saja celaka karena ini.

Terima Kasih, Mimpi (part2)

Aku bersiap untuk pergi ke sekolah. Aku berpamitan dengan kedua orang tuaku. Dan bergegas mengambil sepeda di belakang rumahku. Sekolah ku tidak jauh dari sini. Aku biasa menggunakan sepeda. Udara pagi ini sangat segar. Ku hirup udara ini. Benar-benar sejuk. Aku suka tinggal disini. Suasananya sepi, udaranya bersih, dan tak lupa tetangga-tetangga yang sangat ramah. Aku hampir sampai di sekolah.

Akhirnya, akupun sampai di sekolah. Aku segera memarkirkan sepedaku dan bergegas masuk ke dalam kelas. Tampak kelas masih sepi. Hanya ada beberapa temanku saja. Aku biasa datang pagi. Karena menurutku, di pagi hari otak kita masih segar. Jadi ketika belajarpun aku bisa konsentrasi. Kalau terlambat, pikiranku kacau. Tidak teratur, bahkan belajar jadi tidak konsentrasi. Aku bergegas meletakkan tasku diatas meja dan duduk di kursi. Pikiran ku kin kosong. Tapi tiba-tiba aku kembali terpikir tentang ujian nasional. Apa yang bisa aku lakukan? Aku melihat wajah teman-temanku. Mereka begitu murung karena takut tidak naik kelas. Aku sedih melihat mereka. Aku ingin melakukan sesuatu agar mereka bisa tersenyum kembali. Tapi apa? Mereka hanya ingin UN dihapuskan. Aku hanya siswa biasa. Bisa apa aku ini? Aku bingung harus melakukan apa. Semua cara yang bisa kulakukan, sudah kulakukan. Menghibur mereka dengan cara bercerita lucu, dan masih banyak lagi. Tapi semua yang aku lakukan hanya berpengaruh sesaat. Beberapa hari kemudian mereka teringat lagi tentang UN. Aku juga merasakan apa yang mereka rasakan.

Kelas mulai ramai, karena sebentar lagi bel berbunyi. “Teng, Teng,” akhirnya bel pun berbunyi. Semua duduk di kursi masing-masing. Wali kelas kami Pak Anto masuk. Kami bersiap melaksanakan upacara kecil yang biasa dilaksanakan setiap hari. Setelah selesai, Pak Anto mulai membicarakn tentang UN. “Anak-anak, waktu kita untuk belajar semakin sedikit. UN akan datang. Kalian harus mengahadapinya dengan ikhlas. Bapak tau, kalian tidak suka dengan keputusan pemerintah ini. Ya tapi mau bagaimana lagi? Kita ini hanya orang biasa. Kita tidak bisa menolak. Kita hanya bisa mengikuti perintah mereka. Kemarin saat rapat guru, kami semua membahas ini. Tapi ya hasilnya sama. UN tetap wajib dilaksanakan. Tidak bisa ditolak.” jelas Pak Anto. Aku mulai angkat bicara. “Tapi Pak, memang Kepala Sekolah tidak bisa meminta atau memohon kepada Diknas?” tanyaku. “Tidak bisa, nak. Kepala Sekolah sudah pernah mencobanya, tapi ditolak. Diknas bilang bahwa UN harus tetap dilaksanakan. Kita sudah tidak bisa menolak lagi. Kita harus mengikuti apa yang Diknas katakan. Kecuali, Pak SBY berkehendak lain dan meminta kepada Diknas untuk menghapuskan UN.” jawab Pak Anto. Ya Tuhan, harus apalagi aku ini? aku sudah muak dengan semua ini. Ya Tuhan, tolong bantu aku dan teman-temanku agar kami bisa mengahapuskan UN. Walaupun tidak terhapus, kami minta agar dimudahkan dalam menyelesaikan soal-soal itu, Amin.

Terima Kasih, Mimpi (part1)

Terima Kasih, Mimpi

“Kring, kring,” jam wekerku pun berbunyi, tepat pukul 04.00 dini hari. Ini pertanda bahwa aku harus bangun dan memulai semua aktivitasku. Namaku Desi. Aku duduk dibangku kelas 6 sekolah dasar. Sebentar lagi, derajatkupun meningkat. Bukan seorang anak sekolah dasar lagi, melainkan seorang anak SMP. Aku harus melaksanakan ujian dulu agar bisa masuk ke SMP. Itu baru ujian untuk kelulusan. Belum ditambah dengan ujian masuk SMP. Aku ini hanya anak biasa. Nilaiku pas-pasan. Aku sendiri kadang masih meragukan apakah aku siap untuk ujian nanti. Ujian untuk menentukan apakah aku lulus atau tidak. Kadang akupun berfikir. Mengapa pemerintah tega-teganya membuat ujian ini. Ujian yang hanya dilaksanakan selama beberapa hari. Menurutku, ini sangat tidak adil. Kami yang mati-matian belajar selama enam tahun, hanya dites selama beberapa hari. Dan kalau hasil tes itu jelek, maka kami tidak lulus? Kami, kami yang belajar selama enam tahun lamanya hanya diberikan waktu tiga hari untuk menyelesaikan semuanya? Semua ini? Lalu kalau tidak lulus kami harus apa? Mengulang lagi? Sungguh tidak adil. Yang kami minta sebagai seorang pelajar bbukan untu menghapuskan Ujian Nasional ini. Kami hanya ingin, agar nilai kelulusan tidak hanya diambil dari ujian ini. Kita belajar butuh proses. Bisa jadi meningkat, menurun, atau bahkan standar-standar saja. Bisa saja seorang anak yang selalu berada diperingkat pertama salah menggunakan pensil ketika ujian. Yang seharusnya menggunakan penil 2B, dia menggunakan pensil yang lain. Mungkin kedengarannya memang konyol. Tapi apa yang tidak mungkin di dunia ini? Dia mengerjakan semua tesnya hingga selesai. Dia tidak menemukan kesulitan sama sekali. Tapi ketika diperiksa oleh komputer, ternyata tak terbaca karena ia tidak menggunakan pensil 2B, dan akhirnya ia mendapatkan nilai jelek. Ia tidak lulus tes ini dan harus mengulang kelas. Sungguh memalukan bukan? Tuhan menciptakan kita semua sama. Kita semua adalah anak-anak Indonesia yang pintar. Tidak ada yang bodoh di dunia ini. Tapi untuk mencapai tingkat ‘pintar’, setiap orang punya waktu yang berbeda-beda. Semua butuh proses. Dan lewat proses inilah kita bisa melihat kepintarannya. Dari sinilah kita bisa melihat apakah orang tersebut bisa lulus atau tidak. Bukan dari ujian yang hanya tiga hari. Sudahlah. Percuma. Kita semua sebagai siswa hanya bisa mengikuti perintah. Ikuti saja kemauan mereka. Yang penting kita bisa lulus dan masuk ke SMP yang kita inginkan.

Kulupakan semuanya, dan beriap-siap memulai aktivitas pagi ini. Aku tinggal bersama ayah, ibu, dan kedua adikku. Setiap pagi, aku yang bertugas untuk membuat sarapan. Aku bergegas menuju dapur dan berisap untuk membuat sarapan. Aku memang tidak terlalu bisa memasak. Tapi kalau hanya untuk menggoreng saja sih bisa. Aku sangat berterima-kasih kepada tuhan karena walaupun masakanku sederhana, adik-adikku tetap suka. Mereka selalu melahapnya hingga tak tersisa. Hanya senyum bahagia yang bisa aku tunjukan ketika melihat kedua adikku sedang menikmati masakkanku.
Sarapan untuk kedua adikku sudah jadi, dan aku juga sudah selesai sarapan. Jadi aku memutuskan untuk sholat Subuh, mandi dan bersiap pergi kesekolah. Aku memasuki kamar mandi. Sebuah kamar mandi sederhana. Aku mengambil air wudhu. Aku kembali ke kamar dan sholat subuh. Aku berdoa kepada Tuhan. Aku berddoa agar aku se-keluarga bisa tetap hidup bahagia hingga akhir nanti, dan tak lupa, aku bisa lulus. Aku minta kepada Tuhan agar bisa membantuku, memudahkanku, ketika ujian nanti. Bahkan aku sering meminta petunjuk kepada-Nya. Petunjuk bagaimana agar aku bisa menghapus UN. Ya memang aku bukan siap-siapa. Tapi aku ingin agar aku dan teman-teman terbebas dari UN ini. Bagaimanapun caranya. Aku mulai sholatku. Sholat yang khusyuk. Tak lama, aku selesai. Aku berdoa kepada yang maha kuasa. Semua yang terbaik untuk kehidupanku, dan juga semua orang di dunia ini. Setelah berdoa, aku tak lupa untuk selalu membaca kalimat yang aku tempelkan di tembok arah kiblat. Jadi setiap selesai sholat, aku selalu membacanya. “Keep smile and face the truth.”

ALHAMDULLILLAH GUE JUARA 2 CERPEN PENDIDIKAN TINGKAT NASIONAL!

alhamdu?llillah.

alahmdu?llilllah.

ALHAMDULLILLAH!!!!!!!!!!

SUBHANNALLAHH!!!!!!

*fainted*

*coganlewat*

*nyamperin gue yg terkapar dipinggir jalan*

"Kasian banget nih orang......pasti abis dikejar kamtib trs asmanya kambuh sampe pingsan gini."

......................................bubar.

ALHAMDULLILLAH!!!!!!!!!!!!!

mungkin ini terlalu lebay tapi

ALHAMDULILLAHHHHH!!!

gue

dengan bangga

mempersembahkan

warna kolor gue.

eits


dengan bangga

dengan sangat bangga

bahkan terlalu bangga

GUE JUARA 2 CERPEN PENDIDIKAN TINGKAT NASIONAL. AAAAAAAAAAAAAAAA

*sujudsyukur*
*dikira arca borobudur yg ketinggalan*

jadi, GIS- Global Islamic School ngadain lomba menulis cerpen dalam rangka hari pendidikan. gue dipaksa ikut sm guru gue.tadinya gue males sangat. gue emg hobi nulis. sikil gue, maksudnya, skill gue emg di bagian sastra barat. ga ngerti?sama.

gue menggeluti dunia sastra secara tiba-tiba. berawal dr liat temen-temen twitter yang suka bikin cerita gidu. tdnya tertarik buat baca doang. eh lama-lama pgn bikin. gue lagi bikin BLS-bieber love story yang gue belom yakin buat di publish. baru 21 halaman. gue pengen banget bikin novel. menurut temen2 sih BLS gue udh dpt feelnya. ya tapi gue gatau feeling apa........guilty feeling mungkin?

ya pokoknya Alhamdullillah yah, sesuatu :$

ada yg mau baca? kalo mau gue post nih.............ada 4 hlm mehehe.

pokoknya........ALHAMDULLILLAH MAKASIH YA ALLAH!:))